Terbaru

Kamis, 17 November 2011

Puisi-puisi Sufi Syeikh Hamzah Al Fansuri

Judul-judul puisinya aneh-aneh, itulah awal ketertarikan saya pada tokoh satu ini. Diantaranya ialah seperti di bawah ini:

Syair Burung Pingai
Syair Dagang
Syair Pungguk
Syair Sidang Faqir
Syair Ikan Tongkol
Syair Perahu

Sebenarnya mengenai tokoh satu ini, dalam buku Perkembangan Ilmu Tasawuf dan Tokoh-tokohnya yang disusun oleh Hawash Abdullah, dikatakan hampir semua penulis Islam mencatat bahwa Syeikh Hamzah Fansuri dan muritnya Syeikh Syamsuddin Sumatrani adalah termasuk tokoh sufi yang sefaham dengan Al-Hallaj. Faham hulul, ittihad, mahabbah dan lain-lain adalah seirama. Syeikh Hamzah Fansuri diakui sebagai salah seorang pujangga Islam yang sangat populer pada zamannya, sehingga kini, namanya menghiasi lembaran-lembaran sejarah kesusastraan Melayu dan Indonesia (hal 35).

Rujukan lain terhadap tokoh ini juga saya temukan pada buku Islam Borjuis dan Islam Proletar karya Nur Kholiq Ridwan. Disana juga disebutkan bahwa Hamzah Fansuri dikenal sebagai tokoh sufi yang menghubungkan konsepsi-konsepsinya kepada Ibnu Arabi dan Al-Hallaj. Tokoh-tokoh ini disebutkan sebagai tokoh sufi yang beraliran wihdatul wujud. Islam yang bercorak sufisme Ibnu Arabi ini memperoleh pengikut yang cukup besar, dan telah melahirkan banyak generasi di Aceh, Sumatra dan Jawa sendiri, karena murit-murit Fansuri sangat banyak, sebelum pada akhirnya pengikut dan ajarannya dibumihanguskan oleh Al-Raniri dan penguasa kerajaan Aceh, seperti yang dialami oleh Al-Hallaj dan Ibnu Arabi (hal 47).
Lebih jauh diterangkan juga dalam buku ini jika tampak sekali bahwa kecendrungan sufisme Fansuri yang Ibnu Arabian dan Al-Hallajian itu menegaskan widhatul wujud. Ideologi yang Ibnu Arabian ini diikuti oleh banyak muritnya, dan corak ‘Arabian itu pernah menjadi mazhab resmi kerajaan Islam Aceh sebelum Al-Raniri datang ke Aceh. Murid-muridnya banyak yang datang bukan hanya dari Aceh, tetapi juga dari Jawa, Sumatra dan dan banyak lagi dari semenanjung Melayu, adalah sangat mungkin pasca pembakaran ajaran-ajaran Fansuri di Aceh, murit-muritnya banyak yang melakukan eksodus ke daerah-daerah yang lebih aman. Bahkan Fansuri sendiri eksodus ke Sumatera dan mengembangkan ajaran-ajarannya sebelum akhirnya meninggal (hal 51).

Kembali ke buku Perkembangan tasawuf dan tokoh-tokohnya, disebutkan karya-karya Fansuri baik yang berbentuk syair maupun berbentuk prosa banyak menarik perhatian para sarjana, baik para sarjana barat atau orientalis barat maupun sarjana setempat. Yang banyak membicarakan tentang Syeikh Hamzah Fansuri antara lain Prof. Syed Muhammad Naquib dengan beberapa judul bukunya mengenai tokoh shufi ini. Tidak ketinggalan seumpama Prof. A. Teeuw. Juga R.O. Windstedt yang diakuinya bahwa Hamzah Fansuri mempunyai semangat luar biasa yang tak terdapat pada orang lainnya. Dua orang yaitu J. Doorenbos dan Syed Muhammad Naquib Al Attas mempelajari biografi Hamzah Fansuri secara mendalam mendapatkan Ph.D masing-masing di Universitas Laiden dan Universitas London (hal37).

Berikut adalah petikan syair yang diambil dari buku Islam Borjuis - Islam Proletar (pada cacatan kaki dikatakan bahwa kutipan didapat dari buku tasawuf yang tertindas…, hlm 351-409, diterjemahkan dan dilampirkan oleh Abdul Hadi WM):

Sabda Rasul Allah Nabi kamu
Lima’a Allahi sekali waktu
Hamba dan Tuhan menjadi Satu
Inilah ‘arif bernama tahu

Kata Bayazid terlalu ‘ali
Subhani ma a’zama sya’ni
Inilah ilmu sempurna fani
Jadi senama dengan Hayyu al-Baqi

Kata Mansur penghulu ‘Asyiq
Ia itu juga empunya natiq
Kata siapa ia la’iq
Mengatakan diri akulah khaliq

Dengarkan olehmu hai orang yang kamil
Jangan menunut ilmu yang batil
Tiada bermanfaat kata yang jahil
Ana al-Haq Manshur itulah washil

Hamzah Fansuri terlalu karam
Ke dalam laut yang maha dalam
Berhenti angin ombaknya padam
Menjadi sultan pada kedua alam


Beberapa syairnya yang lain:

Campurkan yang empat alam
Hancurkan di laut dalam
Syariat nabi yang khatam
Kerjakan da’im siang dan malam

Aho segala kita yang membawa iman
Jangan berwaqtu mengkaji qur’an
Halal dan haram terlalu bayan
Jalan kepada Tuhan dalam ‘iyan

Qur’an itu ambilkan dalil
Pada mizan Allah supaya tsaqil
Jika kaum ambil syariat akan wakil
Pada kedua alam engkaulah jamil

Kerjakan shalat lagi dan sha’im
Itulah makna bernama qa’im
Pada segala malam kurangkan na’im
Menjadkani alam kerjakan da’im

Saya juga dapati syair-syair syeikh Hamzah Al Fansuri ini di situs Malaysia, penyair.wordpress.com. Ya udah, bagaimanapun itu, karena karya Fansuri termasuk khazanah kekayaan sastra Indonesia, saya pindahin aja puisi-puisinya ke blog ini dengan tanpa rasa bersalah.
Inilah diantara syair-syairnya:

Petikan Syair Dagang


Hai sekalian kita yang kurang
nafsumu itu lawan berperang
jangan hendak lebih baiklah kurang
janganlah sama dengan orang

Amati-amati membuang diri
menjadi dagang segenap diri
baik-baik engkau fikiri
supaya dapat emas sendiri

~Hamzah Fansuri




Syair si Burung Pingai


Hamzah sesat di dalam hutan
pergi uzlat berbulan-bulan
akan kiblatnya picek dan jawadan
inilah lambat mendapat Tuhan

Unggas pingai bukannya balam
berbunyi siang dan malam
katanya akal ahl al-alam
Hamzah Fansuri sudahlah kalam

Tuhan hamba yang punya alam
timbulkan Hamzah yang kalam
ishkinya jangankan padam
supaya warit di laut dalam

~ Hamzah Fansuri




Syair Perahu

Inilah gerangan suatu madah
mengarangkan syair terlalu indah,
membetuli jalan tempat berpindah,
di sanalah i’tikat diperbetuli sudah

Wahai muda kenali dirimu,
ialah perahu tamsil tubuhmu,
tiadalah berapa lama hidupmu,
ke akhirat jua kekal diammu.

Hai muda arif-budiman,
hasilkan kemudi dengan pedoman,
alat perahumu jua kerjakan,
itulah jalan membetuli insan.

Perteguh jua alat perahumu,
hasilkan bekal air dan kayu,
dayung pengayuh taruh di situ,
supaya laju perahumu itu

Sudahlah hasil kayu dan ayar,
angkatlah pula sauh dan layar,
pada beras bekal jantanlah taksir,
niscaya sempurna jalan yang kabir.

Perteguh jua alat perahumu,
muaranya sempit tempatmu lalu,
banyaklah di sana ikan dan hiu,
menanti perahumu lalu dari situ.

Muaranya dalam, ikanpun banyak,
di sanalah perahu karam dan rusak,
karangnya tajam seperti tombak
ke atas pasir kamu tersesak.

Ketahui olehmu hai anak dagang
riaknya rencam ombaknya karang
ikanpun banyak datang menyarang
hendak membawa ke tengah sawang.

Muaranya itu terlalu sempit,
di manakan lalu sampan dan rakit
jikalau ada pedoman dikapit,
sempurnalah jalan terlalu ba’id.

Baiklah perahu engkau perteguh,
hasilkan pendapat dengan tali sauh,
anginnya keras ombaknya cabuh,
pulaunya jauh tempat berlabuh.

Lengkapkan pendarat dan tali sauh,
derasmu banyak bertemu musuh,
selebu rencam ombaknya cabuh,
La ilaha illallahu akan tali yang teguh.

Barang siapa bergantung di situ,
teduhlah selebu yang rencam itu
pedoman betuli perahumu laju,
selamat engkau ke pulau itu.

La ilaha illallahu jua yang engkau ikut,
di laut keras dan topan ribut,
hiu dan paus di belakang menurut,
pertetaplah kemudi jangan terkejut.

Laut Silan terlalu dalam,
di sanalah perahu rusak dan karam,
sungguhpun banyak di sana menyelam,
larang mendapat permata nilam.

Laut Silan wahid al kahhar,
riaknya rencam ombaknya besar,
anginnya songsongan membelok sengkar
perbaik kemudi jangan berkisar.

Itulah laut yang maha indah,
ke sanalah kita semuanya berpindah,
hasilkan bekal kayu dan juadah
selamatlah engkau sempurna musyahadah.

Silan itu ombaknya kisah,
banyaklah akan ke sana berpindah,
topan dan ribut terlalu ‘azamah,
perbetuli pedoman jangan berubah.

Laut Kulzum terlalu dalam,
ombaknya muhit pada sekalian alam
banyaklah di sana rusak dan karam,
perbaiki na’am, siang dan malam.

Ingati sungguh siang dan malam,
lautnya deras bertambah dalam,
anginpun keras, ombaknya rencam,
ingati perahu jangan tenggelam.

Jikalau engkau ingati sungguh,
angin yang keras menjadi teduh
tambahan selalu tetap yang cabuh
selamat engkau ke pulau itu berlabuh.

Sampailah ahad dengan masanya,
datanglah angin dengan paksanya,
belajar perahu sidang budimannya,
berlayar itu dengan kelengkapannya.

Wujud Allah nama perahunya,
ilmu Allah akan [dayungnya]
iman Allah nama kemudinya,
“yakin akan Allah” nama pawangnya.

“Taharat dan istinja’” nama lantainya,
“kufur dan masiat” air ruangnya,
tawakkul akan Allah jurubatunya
tauhid itu akan sauhnya.

Salat akan nabi tali bubutannya,
istigfar Allah akan layarnya,
“Allahu Akbar” nama anginnya,
subhan Allah akan lajunya.

“Wallahu a’lam” nama rantaunya,
“iradat Allah” nama bandarnya,
“kudrat Allah” nama labuhannya,
“surga jannat an naim nama negerinya.

Karangan ini suatu madah,
mengarangkan syair tempat berpindah,
di dalam dunia janganlah tam’ah,
di dalam kubur berkhalwat sudah.

Kenali dirimu di dalam kubur,
badan seorang hanya tersungkur
dengan siapa lawan bertutur?
di balik papan badan terhancur.

Di dalam dunia banyaklah mamang,
ke akhirat jua tempatmu pulang,
janganlah disusahi emas dan uang,
itulah membawa badan terbuang.

Tuntuti ilmu jangan kepalang,
di dalam kubur terbaring seorang,
Munkar wa Nakir ke sana datang,
menanyakan jikalau ada engkau sembahyang.

Tongkatnya lekat tiada terhisab,
badanmu remuk siksa dan azab,
akalmu itu hilang dan lenyap,
(baris ini tidak terbaca)

Munkar wa Nakir bukan kepalang,
suaranya merdu bertambah garang,
tongkatnya besar terlalu panjang,
cabuknya banyak tiada terbilang.

Kenali dirimu, hai anak dagang!
di balik papan tidur telentang,
kelam dan dingin bukan kepalang,
dengan siapa lawan berbincang?

La ilaha illallahu itulah firman,
Tuhan itulah pergantungan alam sekalian,
iman tersurat pada hati insap,
siang dan malam jangan dilalaikan.

La ilaha illallahu itu terlalu nyata,
tauhid ma’rifat semata-mata,
memandang yang gaib semuanya rata,
lenyapkan ke sana sekalian kita.

La ilaha illallahu itu janganlah kaupermudah-mudah,
sekalian makhluk ke sana berpindah,
da’im dan ka’im jangan berubah,
khalak di sana dengan La ilaha illallahu.

La ilaha illallahu itu jangan kaulalaikan,
siang dan malam jangan kau sunyikan,
selama hidup juga engkau pakaikan,
Allah dan rasul juga yang menyampaikan.

La ilaha illallahu itu kata yang teguh,
memadamkan cahaya sekalian rusuh,
jin dan syaitan sekalian musuh,
hendak membawa dia bersungguh-sungguh.

La ilaha illallahu itu kesudahan kata,
tauhid ma’rifat semata-mata.
hapuskan hendak sekalian perkara,
hamba dan Tuhan tiada berbeda.

La ilaha illallahu itu tempat mengintai,
medan yang kadim tempat berdamai,
wujud Allah terlalu bitai,
siang dan malam jangan bercerai.

La ilaha illallahu itu tempat musyahadah,
menyatakan tauhid jangan berubah,
sempurnalah jalan iman yang mudah,
pertemuan Tuhan terlalu susah.

~ Hamzah Fansuri



Benar-benar syair dengan rima dan struktur yang sempurna. Mengenai makna, saya kira anda setuju kalo ini benar-benar syair-syair sufistik.

Suber puisi/ syair : Penyair.wordpress.com dan buku islam-borjuis islam proletar.
Sumber artikel : Perkembangan ilmu tasawuf dan tokoh-tokohnya di nusantara, Hawash Abdullah, penerbit Al Akhlas Surabaya, Indonesia, 1980 dan Islam Borjuis Islam Proletar, Nur kholik Ridwan, penerbit Galang press Yogyakarta, 2002.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar